Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Kisah Nabi Ibrahim AS dalam Mencari Tuhan dan Tidak Terbakar Api

Ibrahim adalah anak Azar, seorang pembuat patung sesembahan (berhala). Setelah dewasa ia mempunyai kecerdasan berfikir tentang alam semesta. Ia yakin semua yang dilihatnya di bumi ini pasti ada yang menciptakannya. Dia selalu bertanya dalam hati “Siapakah yang menciptakan saya? Siapakah yang membuat langit, bumi dan segala isinya?
Dalam keterbatasannya, Ibrahim bertanya kepada Bapaknya. “Wahai Bapak, siapakah yang menciptakan saya?” “Kami, Bapak dan Ibumu.” Jawab bapaknya. “Lalu siapakah yang menciptakan bapak dan ibu?” tanya Ibrahim. “Tentulah kakek dan nenekmu.”
Tidak puas dengan jawaban bapaknya, mulailah Ibrahim mencari sosok Tuhan pada alam sekitarnya. Ketika Ibrahim melihat matahari pada siang hari dia berfikir bahwa itulah tuhannya. Ketika malam datang dan matahari terbenam digantikan dengan bulan maka Ibrahim berubah fikiran bahwa bulanlah yang akan menjadi Tuhannya. Namun ketika pagi datang dan matahari bersinar kembali ia bingung dan memutuskan kedua benda itu bukanTuhannya karena secara bergantian terbit dan tenggelam.
Sewaktu Ibrahim melihat semua orang menyembah patung berhala dia bertanya dalam hati, “mengapa mereka menyembah berhala yang tidak bisa berbuat apa-apa? Bukankah patung itu buatan mereka sendiri? Seperti yang dilakukan bapakku selama ini?”
Menjelang dewasa, Allah meresapkan wahyu dan hidayah ke dalam kalbu Ibrahim. Mulailah terbuka pikirannya dan meyakini sepenuhnya bahwa yang patut disembah adalah Sesuatu yang menciptakan dirinya dan alam semesta ini. Dialah Tuhan yang Maha Esa. Semenjak itu, tergeraklah hati Ibrahim untuk menyampaikan kebenaran yang diyakininya kepada kaumnya.
Ajakan Ibrahim pertama kali ditujukan kepada Bapaknya. “Wahai Bapak, tidak sepantasnya engkau menyembah berhala, karena dia adalah benda mati yang tidak dapat memberikan pertolongan. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadaku tentang siapa sebenarnya Tuhan yang patut disembah.  Ikutilah aku Bapak, niscaya engkau akan menemukan jalan yang lurus.”
Mendengar ajakan Ibrahim, bapak Ibrahim sangatlah murka. “Bila engkau tidak mau menganut kepercayaan nenek moyang, aku akan menghancurkan tubuhmu atau lebih baik engkau pergi dari rumah ini.”
Pengusiran sang Bapak adalah ujian pertama sejak Ibrahim menerima tanda kenabian. Dengan lapang dada dia meninggalkan rumah orang tuanya. Sama sekali dia tidak sakit hati bahkan ia memohon kepada Allah agar Bapaknya diampuni dan dibimbing ke jalan yang benar.
Kegagalan Ibrahim dalam meluruskan sang Bapak tidak membuatnya putus asa. Hatinya tetap terpanggil untuk menyampaikan kebenaran. Ia merasa meluruskan umatnya yang tersesat adalah tanggung jawabnya. “Wahai kaumku, apakah patung itu bisa melihat dan mendengar sehingga kalian menyembah dan memohon kepadanya?”
“Kami hanya mengikuti apa yang dilakukan nenek moyang.” Jawab kaumnya. “Sungguh, kalian berada dalam kesesatan yang nyata. Dengar, aku membawa kepadamu agama yang benar, agama Allah SWT. Dialah Tuhan yang patut kalian sembah, pencipta alam semesta.”
Serempak mereka menolak mentah-mentah kebenaran yang disampaikan oleh Ibrahim. Setelah berkali-kali ajakannya tidak mendapatkan tanggapan, bahkan dibalas dengan ejekan maka Nabi Ibrahim mencoba dengan cara lain.
Suatu hari pergilah Ibrahim ke tempat pemujaan berhala kaumnya dengan membawa kampak. Dihancurkannya semua berhala yang ada kecuali berhala yang paling besar. Lalu ditinggalkannya kampak pada berhala tersebut.
Mengetahui berhala-berhala berantakan, kaumnya yakin bahwa semua ini adalah ulah Nabi Ibrahim karena beliaulah yang selama ini menentang kepercayaan mereka. Maka ditangkaplah Ibrahim. Hai Ibrahim, engkaukah yang menghancurkan tuhan-tuhan kami? Tanya pemuka mereka.
Ibrahim dengan tenang menjawab “Tanyakan saja pada patung yang paling besar yang masih utuh itu, barangkali dia yang menghancurkan patung-patung kecil. Lihat, bukankah dia yang menyandang kampak?” “Bodoh benar kau Ibrahim! Mana mungkin benda mati itu mengerti pertanyaan kami?” Bantah mereka.
“Nah, kalian telah mengakui sendiri bahwa itu benda mati, tapi kenapa tetap saja kalian sembah?” Jawab Ibrahim. “Ketahuilah, umatku, sesungguhnya hanya Allah yang berhak di sembah.”
Mereka terdiam tidak bisa menjawab. Setelah melewati perdebatan yang cukup seru diantara mereka, maka tercapailah kesepakatan. “Bakar Ibrahim dan bela berhala-berhala kita.” Pada hari yang telah ditetapkan, mereka telah mengumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya. Kemudian kayu itu disusun menyerupai bukit kecil dan Ibrahim dipaksa berdiri atas tumpukan kayu itu.
Tanpa perasaan menyesal, Ibrahim turuti perintah kaumnya. Dengan hati tenang Ibrahim berdiri di atas kayu itu. Ia yakin, ini semata-mata ujian dari Allah. Maka itu ia yakin juga bahwa Allah pasti akan memberikan perlindungan dan pertolongan kepadanya. Saat api berkobar dan terus membesar, Ibrahim tetap tenang sementara kaumnya bersorak-sorai penuh kemenangan.
Tetapi ketika kayu bakar sudah habis menjadi abu dan api mulai padam, kaumnya melihat Ibrahim menggigil kedinginan. Semua yang melihatnya terheran-heran dan tidak percaya.
“Masihkah kalian tidak percaya pada kebenaran yang aku sampaikan? Inilah salah satu tanda kenabianku, tidak terbakar oleh api” kata Ibrahim. Melihat kejadian itu, mulailah satu demi satu diantara mereka beriman kepada agama yang dibawa Ibrahim.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar